اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ الْوَاسِعِ الْعَظِيْمِ الْبِرِّ الرَّحِيْمِ خَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ
فَقَدَّرَهُ وَأَنْزَلَ الشَّرْعَ فَيَسَّرَهُ وَهُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ،
بَدَأَ الْخَلْقَ وَأَنْهَاهُ وَيَسَّرَ الْفُلْكَ وَأَجْرَاهُ وَهُوَ الْعَزِيْزُ
الْحَكِيْمُ، الْقَائِلُ فِي الْكِتَابِ الْكَرِيْمِ: ( التوبة: 36) أَحْمَدُهُ
عَلَى جَلاَلِ نُعُوْتِهِ وَكَمَالِ صِفَاتِهِ وَأَشْكُرُهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ
وَسَوَابِغِ نِعْمَتِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ فِي أُلُوْهِيَّتِهِ وَرُبُوْبِيَّتِهِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، الْمَبْعُوْثُ إِلَى جَمِيْعِ بَرِيَّتِهِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ فِيْ
سُنَتِهِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ اِتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ
مَعَ الْمُتَّقِيْنَ.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ
مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Jamaah
shalat jum’at yang berbahagia,
Marilah kita tingkatkan Iman dan taqwa kepada Allah karena hanya dengan taqwa kita akan mendapatkan ampunan, pertolongan dan surgaNya yang agung.
Kita sekarang berada pada bulan Dzulhijjah bulan keduabelas (penghujung dari bulan Qamariyah), satu dari empat bulan yang disebut dengan bulan-bulan haram اشهر الحرم .
Pada
hari ini kita saksikan bersama persiapan dan pem-berangkatan para jemaah calon
haji. Kita rasakan bersama betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah mereka dan
sejuta harapan telah tertanam dalam di lubuk hati mereka, manakala
saudara-saudara kita tadi meninggalkan kampung halamannya terbang menuju kiblat
umat Islam sedunia, memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tidak
ada ibadah seagung ibadah haji, tidak ada sesuatu agama yang memiliki konsep
ibadah seperti konsep haji Islam. Haji mengandung seribu makna, merangkum
sejuta hikmah. Karena itu haji merupakan tiang kelima dari kelima pilar utama
dalam Islam.
Dilihat dari sebutannya saja ibadah ini sudah unik, Betapa tidak Al-Allamah Abu Abdillah Muhammad bin Abdir Rohman Al-Bukhari Alhanafi Azzahid (546 H) menjelaskan. Haji adalah bermaksud (berkeinginan dan bersengaja), sementara maksud dan niat, keduanya menghantarkan seseorang menuju cita-cita, niat adalah amal yang paling mulia karena ia adalah pekerjaan anggota yang paling utama yaitu hati, manakala ibadah ini adalah ibadah yang paling besar dan ketaatan yang paling berat maka disebut ibadah yang paling utama” yaitu Al-Haj yang berarti al-qashdu.
Tatkala seorang haji tiba di ka’bah, dan
sebelumnya dia sudah mengetahui bahwa pemilik rumah (ka’bah) tidak berada di
sana, maka dia berputar mengelilingi rumah : Thawaf mengisyaratkakn bahwa
ka’bah bukanlah maksud dan tujuan. Tetapi tujuannya adalah pemilik rumah رب الكعبة..
Begitu pula mencium hajar aswad, bukan
berarti dan bukan kerena menyembah batu, melainkan karena mengikuti sunnah
rasul. Karena beliaulah yang mencontohkan kita untuk melakukan yang demikian.
Inilah pembeda antara musyrik dan muslim. Dulu orang musyrik mencium batu
karena untuk menyembah batu. Tetapi sekarang Muslim mencium batu untuk
mengikuti sunnah rasul yang diantara hikmahnya adalah seperti apa yang dikatakan
oleh Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu .
“Hajar Aswad adalah bagaikan tangan kanan
Allah dimuka bumi ini. Maka barangsiapa yang menjabatnya (menyentuhnya) atau
menciumnya maka seolah-olah ia menjabat (tangan) Allah dan mencium tangan
kananNya.”
Karena itu ketika menyentuhnya seorang haji
harus mengingat bahwa ia sedang berbai’at kepada Allah (pencipta dan pemilik
batu yang telah memerintah untuk menyentuhnya). Berbai’at untuk selalu taat dan
tunduk kepadaNya, dan harus ingat barang siapa yang menghianati bai’at maka ia
berhak mendapatkan murka dan adzab Allah.
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah.
Karena maksud kita bukan البيت tetapi رب البيت dan karena unsur niat begitu utama dan penting maka Allah brfirman:
وَأَتِمُّوا
الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ.
Dan
sempurnakanlah haji dan umrah itu karena Allah.
Karena itu pulalah para ulama menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi calon haji adalah bertaubat. Bertaubat dari semua dosa dan maksiat, baik calon haji itu seorang petani, pegawai, polisi, artis, dokter, mentri maupun seorang kiayi, laki-laki maupun perempuan , tua maupun muda.inilah yang disyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya:
وَتَزَوَّدُوْا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya
bekal adalah taqwa(al-Baqarah; 197).
Tentu saja kita sudah maklum bahwa taqwa itu tidak bisa dicapai kecuali dengan bertaubat dan meninggalkan segala jenis perbuatan maksiat.
Kalau
calon haji sudah bertaubat maka ia akan mampu memahami dan menjiwai syiar haji
yang teramat indah itu yaitu.
لَبَّيْكَ
اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ.
Ia akan menghayati seolah-olah berucap: Ya
Allah aku datang, akau datang, memenuhi panggilanMu, lalu aku berdiri di depan
pintuMu. Aku singgah di sisiMu. Aku pegang erat kitabMu, aku junjung tinggi
aturanMu, maka selamatkan aku dari adzabMu, kini aku siap menghamba kepadaMu,
merendahkan diri dan berkiblat kepadaMu. BagiMu segala ciptaan, bagiMu segala
aturan dan perundang-undangan, bagiMu segala hukum dan hukuman tidak ada sekutu
bagiMu. Aku tidak peduli berpisah dengan anak dan istriku, meninggalkan profesi
dan pekerjaan, menanggalkan segala atribut dan jabatan, karena tujuanku
hanyalah wajah-Mu dan keridhaanMu bukan dunia yang fana dan bukan nafsu yang serakah
maka amankan aku dari adzabMu.
Ma’asiral
muslimin rahimakumullah.
Jika calon haji sudah bertaubat maka ia pasti akan mampu mencapai hakekat haji yang telah digariskan oleh Allah, dalam firman-Nya:
Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (Al-Baqarah: 197)
Seorang
yang beribadah haji tidak boleh melakukan rofats yaitu jima dan segala ucapan
dan perbuatan yang behubungan dengan seksual. Tidak boleh melakukan Fusuq yaitu
segala bentuk maksiat dan tidak boleh melakukan jidal yaitu perdebatan yang
mengikuti hawa nafsu, bukan untuk mencari kebenaran.
Maka barang siapa yang telah sukses memenuhi
perintah Allah tersebut ia akan mendapatkan haji yang mabrur, yang diantara
tandanya adalah sepulang haji ia tidak akan mengulang maksiat, dosa-dosa yang
lalu, ia akan tampil sebagai muslim yang shalih dan muslimah yang shalihah.
Maka sebuah negara semakin banyak muslim dan muslimah yang taat, negara itu akan semakin aman makmur dan sentosa. Maksiat dan kemungkaran akan menepi, perjudian dan pencurian akan sepi, perzinaan dan pembunuhan akan mudah diatasi. Apalagi jika yang pergi haji adalah Bapak Bupati, para Mentri dan Pak Polisi.
Maka sebuah negara semakin banyak muslim dan muslimah yang taat, negara itu akan semakin aman makmur dan sentosa. Maksiat dan kemungkaran akan menepi, perjudian dan pencurian akan sepi, perzinaan dan pembunuhan akan mudah diatasi. Apalagi jika yang pergi haji adalah Bapak Bupati, para Mentri dan Pak Polisi.
Sepulang haji yang kikir akan menjadi
dermawan, yang kasar akan menjadi sadar dan yang biasanya menyebar kejahatan
berubah menebar salam. Itu semua manakala hajinya mabrur. Namun kenyataannya
adalah bagaikan siang yang dihadapkan dengan malam, semuanya bertolak belakang,
mereka tidak mengambil manfaat dari ibadah haji selain menambah gelar Pak Haji
atau Bu Hajjah. Yang korup tetap korup, yang artis tetap artis, yang lintah
darat tetap lintah darat, yang jahat tetap jahat.
Maka tidak heran jika Rofats, Fusuq dan Jidal marak dimana-mana sampai terjadi krisis moral, krisis nilai, krisis kemanusiaan, krisis politik, lingkungan, ekonomi dan sosial.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Demikianlah sekelumit tentang makna haji, haji mabrur dan potret haji kita, semoga Allah menjadikan haji kita yang dahulu dan yang akan datang menjadi haji yang mabrur, dan semoga dijauhkan dari haji yang maghrur (tertipu) dan mabur